Sabtu, 30 Juli 2011

Sahabat-ku

Sahabatku, teman gandeng jembutku..
Bersembunyi dimanakah dirimu?
Kucari kok ora ketemu
Mengertilah, aku ingin berbagi cerita denganmu.........

Banyak problema yg terjadi selama aku pergi
Aku nitip kekasihku padamu
Anggaplah dia seperti aku
Sungguh ini karena terpaksa
Di perantuan ini aku belum bisa pulang..........

Namun ku dapati engkau tak seperti dulu lagi
Mungkin dg bersembunyi akan lebih tepat
Aku tahu betul
Ini dosaku, bukan dosamu...
Dan kekecewaan ini-pun terucap di bibirku...

Minggu, 17 Juli 2011

Sejumput Rindu Untukmu, Ibu....

Ibu.. pada perantauan ini aku merindu
Cukup lama sudah kita tak bertemu
Aku ingat betapa berat beban di pundakmu
Dengan baju lusuh dan tubuhmu yg bau itu
Engkau berjuang mencari beberapa bungkus nasi
Dan tak jarang engkau berhutang
Dengan resiko malu dan caci maki............

Ibu.. betapa engkau sangat menghargai  arti pendidikan
Sarapan nasi yg sedikit basi,
Dengan garam dan sambel terasi
Tanganmu melambai dengan senyuman
Melepasku untuk bersekolah, menjemput impian dan harapan.

Oh Ibuku dengan rambut yg memutih

Di perantauan ini aku duduk bertopang dagu
Membayangkan kisahku bersamamu 
Sungguh anakmu ingin pulang......
Dalam sebuah keterbatasan aku belajar berbagi
Kemiskinan ini aku jadikan motivasi
Hidup susah namun kaya hati
Untuk hidup yg lebih hakiki.........

Kamis, 07 Juli 2011

Tokoh-tokoh Wayang dengan Kelainan Fisiknya




Para pencinta wayang purwa (yang bersumber dari cerita Mahabarata dan Ramayana) biasanya bisa dengan mudah mengetahui perbedaan tokoh-tokoh wayang antara satu dan lainnya. Perbedaan itu bisa dilihat dari ukuran atau besar kecilnya fisik wayang, jenis kelamin, bentuk anggota tubuh (rambut, mata, hidung, mulut, tangan, kaki, dll), pakaian dan aksesoris yang dikenakannya. Ada yang sepintas mirip namun berbeda, misalnya antara Prabu Kresna dan Batara Wisnu. Perbedaannya yang menonjol terletak pada aksesorisnya, Kresna memakai ‘mekutha‘, sedangkan Batara Wisnu memakai ‘kethu oncit‘ dan ‘sampir‘ pada bahunya.
13017563591420072423
Kresna dan Batara Wisnu [2

Dua tokoh wayang yang benar-benar sulit dibedakan adalah antara Nakula dan Sadewa. Saya kesulitan mengenali tokoh kembar itu karena semua ‘faktor pembeda’ di atas benar-benar sama. Meski demikian kedua tokoh itu mudah dibedakan dengan tokoh-tokoh wayang lainnya.
1301757104776267701
Nakula dan Sadewa [2
Menurut Sagio [1], pengrajin wayang kulit di Yogyakarta, ukuran fisik wayang bisa dibedakan menjadi delapan kelompok (beserta salah satu contohnya saja), yaitu: buto/raksasa (Kumbakarna), gagahan (Dasamuka), katongan (Gathutkaca), bambangan (Arjuna), bambang jangkah (Wisanggeni), putren (Srikandi), dhagelan (Semar) dan setanan (?).
Berdasarkan perbedaan bentuk anggota tubuh, wayang mempunyai jenis mata yang disebut: kiyipan, kiyeran, peten, gabahan, kedhelen, plelengan, thelengan, rembesan, dll.  Jenis hidung ada yang disebut: ambangir, sembada, dhempok, mungkal gerang, medang, nyanthik palwa, bunder dan nemlik. Jenis mulut ada yang disebut: salitan, mingkem, mesem, gusen, mrenges, anjeber dan ngablak. Dll.
Kelainan fisik yang saya maksudkan adalah ketidak-normalan bagian tubuh dari tokoh-tokoh wayang tersebut. Saya tidak menyoroti tentang perbedaan ukuran fisiknya. Sebagai contoh antara Kumbakarna dan Gunawan Wibisana adiknya, ukurannya jauh berbeda, namun semuanya normal, bukan kelainan. Masing-masing sesuai ukuran dalam kelompoknya. Saya juga tidak membahas tokoh-tokoh wayang yang berupa binatang (misalnya: kera, ular, gajah, kijang, burung, dll.) atau sebagian anggota tubuhnya berupa binatang (misalnya: Mahesasura - raksasa berkepala kerbau, Lembusura - raksasa berkepala sapi, Yuyu Rumpung – raksasa berkepala ketam, dll).
Tujuan penulisan ini tak hendak meremehkan apalagi melecehkan kelainan fisik itu, dan bisa diketahui di akhir tulisan setelah semua tokoh-tokoh wayang itu diungkapkan. Ternyata ada yang menarik yang bisa kita petik sebagai pembelajaran (Hihihi… biar penasaran). Berikut adalah 20 tokoh-tokoh wayang yang mempunyai kelainan fisik itu. [2]
1. Togog, bermulut lebar
Menurut serat “Purwacarita”, Sanghyang Tunggal dan Dewi Rekatawati ‘melahirkan’ telur yang kemudian menjadi bayi. Dari kulit telurnya berubah menjadi Batara Antaga, dari putih telurnya menjadi Batara Ismaya, dan dari kuning telurnya menjadi Batara Manikmaya.
13017560951092035725
Togog - Dok Pribadi
Batara Antaga dan Batara Ismaya masing-masing merasa yang berhak atas tampuk pimpinan Kahyangan Jonggring Salaka atau Suralaya. Mereka bertanding kesaktian, siapa yang bisa menelan gunung dan memuntahkannya, itulah yang berhak tahta kahyangan. Batara Antaga giliran yang pertama. Meski sampai mulutnya robek, tetap saja tidak dapat menelan gunung. Oleh karenanya mulutnya menjadi lebar. Meski bermulut lebar tidak berarti suka menebar kabar bohong atau hoax.
Atas perintah ayahnya, Batara Antaga selanjutnya diperintahkan turun ke marcapada (dunia) dengan berganti nama Togog, untuk membina manusia yang angkara murka agar menjadi baik. Tidak heran Togog (ditemani Bilung) selalu menginthili (mengikuti) para ksatria jahat atau berwatak buruk.
2. Semar, berpantat besar
Setelah Batara Antaga gagal menelan gunung, giliran Batara Ismaya. Batara Ismaya bisa sih menelan gunung, namun repot memuntahkannya. Ia mencoba mengeluarkannya melalui (maaf) anusnya, namun malah nyangkut di pantatnya, menjadikan pantatnya besar. Dalam pewayangan (maaf lagi) kentutnya Batara Ismaya ini digambarkan bisa menimbulkan angin ribut atau puting beliung yang bisa menyebabkan  robohnya pohon-pohon, seperti yang terjadi baru-baru ini di sekitar Senayan, Jakarta.
–”]13017558371601113779
Semar - [2
Adu kesaktian tanpa wasit antara Batara Antaga dan Batara Ismaya ketahuan ayahnya, Sanghyang Tunggal. Keduanya kena marah habis. Selain perbuatan itu tidak baik, juga merusak badan, keduanya menjadi kurang proporsional dan tidak atletis lagi. Sebagai hukumannya, keduanya disuruh turun ke dunia. Berbeda dengan Togog, Batara Ismaya yang selanjutnya ganti nama menjadi Semar ditugaskan membina para golongan putih, ksatria yang baik-baik saja. Tak heran Semar (selanjutnya ditemani Gareng, Petruk dan Bagong) selalu menginthili para ksatria utama, seperti Puntadewa, Arjuna, Abimanyu, dll. Selain memberi nasehat-nasehat, para punakawan juga menghibur tuannya.
3. Batara Guru, bertangan empat
Berhubung Batara Antaga dan Batara Ismaya sudah mempunyai tugas baru di marcapada, maka Batara Manikmaya atau lebih dikenal dengan sebutan Batara Guru yang ditetapkan memimpin Kahyangan oleh Sanghyang Tunggal, membawahi para bidadari. Digambarkan bahwa Batara Guru bertangan empat, bertaring kecil, berleher biru, berkaki apus (semacam penyakit polio) yang selalu mengendarai Lembu Andini, seekor sapi.
"]13017553501444370828
Batara Guru - [2

Mengapa Batara Guru bisa bertangan empat? Berikut hasil investigasinya.
Istri Batara Guru adalah Dewi Uma atau Umayi. Dewi Uma yang cantik dan sakti itu pada mulanya ogah diperistri, kecuali jika Batara Guru bisa menangkapnya, sebagai syaratnya. Batara Guru berusaha mengejar dan menangkap, namun Dewi Uma bisa berkelit layaknya belut. Akhirnya Batara Guru memohon kepada Hyang Wenang, kakeknya agar diberi tambahan tangan.  Sesudah bertangan empat, barulah bisa menangkap Dewi Uma. Karena bertangan empat itu, ia juga dikenal dengan nama Sang Hyang Caturbuja.
4. Batara Mahadewa, bermuka empat
Kalau bermuka dua tentu pembaca tahu artinya, namun bermuka empat tidak berarti pendiriannya bercabang empat. Batara Mahadewa ini memang benar-benar bermuka empat dan kepalanya tetap satu. Muka atau wajah itu berada pada ke-empat sisi kepalanya, ada yang di depan, belakang, samping kiri dan kanan. Kelihatannya sangat menguntungkan, karena bisa melihat dari segala arah dan susah dikagetin. Namun repotnya kalau pas bobok, terpaksa ada bagian muka yang tengkurap ke bantal tanpa bias dihindari. Bermuka empat juga bukan sok-sokan agar beda (slogan sekarang: yang penting beda coy) dengan yang lain, tetapi karena sebab tertentu.
"]1301755198626708331
Batara Mahadewa - [2
Pada suatu ketika kahyangan diserbu asura (gandarwa/raksasa musuh para dewa) kakak beradik bernama Upasunda dan Sunda. Kahyangan kocar-kacir, para dewa terpaksa mengungsi. Sebagai senopati angkatan perang kahyangan, Batara Mahadewa memerintahkan Batara Wiswakrama (dewa seniman dan ahli bangunan) untuk membuatkan patung wanita cantik. Patung itu kemudian diberi jiwa oleh Batara Guru sehingga benar-benar hidup dan diberi nama Dewi Wilutama (DW). Tugas DW adalah menggoda Upasunda dan Sunda. Sebelum berangkat DW berpamitan kepada semua dewa. Rupanya Batara Mahadewa terpikat dengan kemolekan DW, namun gengsi kalau harus memandang langsung. Kebetulan Batara Mahadewa berada di tengah-tengah, namun pikirannya selalu tertuju kepada DW yang semlohe itu. Saat DW berada di kiri bersalaman dengan para dewa, mak bendunduk (tiba-tiba) muncul wajah baru di sebelah kirinya. Saat DW di sebelah kanan, mak benduduk muncul wajah baru di sebelah kanan. Demikian juga muncul wajah di belakang, saat DW berada di belakangnya.
DW sukses mengemban tugas, Upasunda dan Sunda sama-sama terpikat dan saling berkelahi memperebutkan DW. Akhirnya mati sampyuh, sama-sama mati. DW kembali ke kahyangan dan selanjutnya menjadi kesatuan himpunan para dewi/bidadari yang cantik-cantik, malah dipercaya menjadi komandannya.
5. Dasamuka, bermuka sepuluh
Kita tahu Prabu Dasamuka dari kerajaan Alengka ini dianggap sebagai lambang angkara murka, serakah dan tamak, sekaligus lambang sifat ulet dalam mengejar cita-cita. Meski belum ada paham Machiavelli, namun ia sudah mempraktekkannya, yaitu menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginannya, kalau perlu mengorbankan keluarga atau orang-orang dekatnya. Atau jangan-jangan  Machiavelli yang orang Itali itu yang belajar dari Dasamuka ya? Karena sifat angkara murkanya itu ia digambarkan bermuka sepuluh.
13017574911849209641
Dasamuka - (2)
Dalam ujud wayang kulit atau wayang lainnya tetap saja mukanya satu, demikian juga dengan Batara Mahadewa.


6. Drestarastra, bermata buta
Drestarastra buta matanya sejak lahir. Hal itu akibat dari ibunya yang bernama Dewi Ambika yang merasa jijik dan memejamkan mata saat saresmi, ‘melayani’ suaminya Abiyasa, raja Astina. Bisa dimaklumi Dewi Ambika berbuat begitu mengingat kedua suaminya terdahulu (Citraganda dan Wicitrawiryo) yang telah meninggal muda adalah selebriti tampan. Beda dengan Abiyasa yang berwajah buruk, kulitnya kasar, hitam dan bau sekali.
“]1301847037971701929
Drestarastra [2

Abiyasa adalah seorang resi yang rajin bertapa. Berhubung saudara-saudaranya meninggal muda, ia terpaksa menggantikan tahta kerajaan Astina untuk menyambung darah bangsawan Astina agar tidak putus, yaitu dengan mengawini ketiga istri saudara-saudaranya itu, yaitu: Dewi Ambika, Ambalika dan Dewi Datri.
Beristrikan Dewi Gendari, Drestarastra mempunyai seratus anak yang di kemudian hari disebut para kurawa. Para Kurawa inilah yang berusaha merebut tahta Astina dari tangan Pendawa.
7. Pandu, berkulit pucat
Barangkali merasa kurang sreg dengan Abiyasa, Dewi Ambalika melayaninya seperti ketakutan dengan muka pucat pasi. Setelahnya melahirkan bayi yang pucat pula. Karena wajah dan kulit yang pucat, bayi itu dinamakan Pandu.
Pandu sangat sakti, ketika bayi malah sudah bisa mengalahkan Prabu Nagapaya dari Kiskenda yang menyerang Suralaya, padahal bapaknya (Abiyasa) saja kalah. Atas jasanya itulah Pandu dihadiahi oleh dewata: Mahkota dari emas yang bertahtakan ratna mutu manikam, panah pusaka bernama Hrudadali, Minyak Tala dan gelar ‘Dewanata’.
"]13018469071959438006
Pandu [2

Setelah menggantikan tahta kerajaan Astina, bergelar Prabu Pandudewanata. Kerajaan Astina sangat disegani kerajaan lainnya dan rakyatnya hidup sejahtera. Namun takdir berkata lain, karena suatu kesalahan yang dilakukannya, ia mati muda. Dewi Madrim istrinya bela pati menyusulnya, namun sempat melahirkan Nakula dan Sadewa.
Pandu meninggalkan istrinya yaitu Dewi Kunti dan lima anak (pendawa) yang masih kecil-kecil. Karena masih kecil-kecil, pejabat sementara (PJS) kerajaan Astina dipegang oleh pamannya, Drestarastra, yang akan diserahkan kembali setelah pandawa sudah dewasa. Kondisi inilah yang dikemudian hari para kurawa merasa berhak mewarisi kerajaan dan terjadi perang Baratayuda yang tidak kalah tenarnya dengan ‘perang dunia’ di alam nyata.
8. Widura, berkaki kurang sempurna
Widura adalah anak Abiyasa dengan Dewi Datri. Kasusnya sama dengan para madunya, ketika melayani Abiyasa, badannya gejol-gejol (lenggak lenggok seperti berusaha menghindar) dan tidak sengaja kakinya menendang sang Resi. Setelahnya mengandung dan melahirkan bayi yang kakinya kurang sempurna, yaitu kencet (pincang). Tidak banyak diceritakan tentang kelainan fisiknya, selain sifat-sifatnya. Widura bersifat jujur, teliti, sakti, selalu tenang menghadapi persoalan hidup, berbakti dan patuh kepada orangtua. Ia menguasai berbagai bahasa dan pengetahuannya luas (kalau sekarang, ilmuwan-lah)
"]13018467581661720326
Widura [2
Widura juga berusaha mendamaikan perseteruan keponakan-keponakannya, yaitu pendawa dan para kurawa. Saat terjadi perang Baratayuda ia tidak memihak siapa pun.
9. Begawan Drona, berhidung bengkok
Begawan Drona (Durna) ini waktu mudanya cakep sekali bernama Bambang Kumbayana (BK). BK masih saudara sepupu dengan Bambang Sucitra (BS) dan satu daerah, yaitu dari negeri Atasangin. BS lebih dulu merantau dan sukses menjadi raja di Cempalaradya menggantikan kedudukan mertuanya.
Suatu ketika BK teringat teman kecilnya yang pernah berguru kepada Begawan Baratwaja, ayahnya itu. BK menyusul hingga sampai ke Istana Cempalaradya. BK sok akrab dan memanggil temannya dengan nama kecilnya. Kalau dialog sekarang kira-kira “Hei cak kon jik urip ta?” (Hai sobat kau masih hidup ya?). Tentu saja BK dianggap tidak punya sopan santun dan dihajar habis-habisan oleh Patih Gandamana. BK kalah sakti, akibatnya ia menjadi cacat, hidungnya bengkok, matanya ngriyip (seperti rembes karena sakit mata), punggungnya bungkuk dan tangannya patah. Kalau itu terjadi sekarang, Gandamana bisa dicokok dengan tuduhan melakukan pelanggaran HAM berat.
1301846299143569371
Begawan Drona (2)
Namun karir Begawan Durna selanjutnya adalah sukses menjadi motivator dan mahaguru yang disegani di kerajaan Astina, mendidik para Kurawa dan Pendawa yang waktu itu masih kecil hingga besarnya. Drona mempunyai sifat yang buruk, licik dan jahat. Ia memihak kurawa dalam perang baratayuda.
10. Bima, berkuku panjang dan besar
Bima adalah urutan kedua dari pendawa, anak Pandu dan Dewi Kunti. Kuku jempolnya tumbuh besar dan kuat. Kuku itu dinamakan kuku pancanaka, yang dimilikiny sejak lahir. Saat lahir Bima sudah bikin repot orangtuanya. Ia terbungkus dengan kulit yang tebal dan susah disobek. Baru setelah diinjak-injak Gajah Seno, bisa pecah. Setelah keluar, Bima langsung menyerang dan membunuh sang gajah. Gajah Sena musnah dan menyatu dalam badan Bima. Itulah mengapa dia dinamakan juga Bimasena.
Sebetulnya ada tokoh lain yang berkuku besar dan kuat, namun tidak ngetop, yaitu: Batara Bayu, Anoman dan Dewa Ruci.
1301846197922244947
Bima
Dalam lakon ‘Bimo Kacep’, kemaluan Bimo putus dan potongannya berubah menjadi pusaka Angking Gobel, yang berkhasiat untuk menolak hama padi. Kisahnya saat Bima bertapa minta kemenangan dalam perang Baratayuda, Dewi Uma (istri Batara Guru) turun dari kahyangan menggoda Bima. Saat sedang bermesraan, Batara Guru memergokinya dan memisahkannya dengan senjata saktinya, yaitu Cis Jaludara. Lakon ini jarang ditampilkan, karena tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya nusantara.

11. Arjuna, berjari enam
Ketampanan Arjuna diakui tidak ada tandingannya, tidak hanya para putri di marcapada, tetapi juga para bidadari di kahyangan pun terkinthil-kinthil, mabuk asmara kepadanya. Digambarkan istri Arjuna saketi kurang siji, artinya seratus ribu kurang satu atau berjumlah  99.999 orang (yang resmi terdaftar di catatan civil sih cuma 41 orang), itu berarti sama dengan jumlah bidadari penghuni kahyangan. Kelainan fisik Arjuna adalah tangan kanannya berjari enam. Hasil tim investigasi melaporkan sebagai berikut.
Sebelumnya, tangan Arjuna berjari normal, namun karena rasa iri dan serakah, sehingga mendapatkan ibu jari tambahan. Waktu itu Begawan Drona mengajari Arjuna memanah. Semua ilmu memanah sudah diwariskan kepadanya. Ketika Arjuna sedang berburu di hutan, anjingnya menyalak karena membaui ada manusia lain di sekitarnya. Tiba-tiba anjing itu diam dan mulutnya sudah tersumpal tujuh anak panah, mati. Rupanya yang memanah adalah Ekalaya yang segera tiba di tempat sasaran. Arjuna tentu saja marah. Akhirnya saling menantang untuk adu memanah, Arjuna kalah. Arjuna menanyakan siapa guru memanahnya, dijawab: Begawan Drona.
Sontak Arjuna merasa dianak-tirikan oleh gurunya, merasa ilmu yang diberikan belum semuanya. Begawan Drona sendiri pun heran, karena merasa tidak pernah mengajari Ekalaya. Ia teringat Ekalaya yang raja Paranggelung itu memang pernah memohon menjadi muridnya dalam belajar memanah, namun ia menolaknya. Atas tolakan itu Ekalaya bertekad belajar sendiri. Ia masuk hutan dan membuat patung mirip Begawan Drona. Setiap kali latihan, ia menyembah patung itu dan membayangkan seolah-olah Begawan Drona hidup dan sedang melatihnya. Hasil latihan otodidak itu membuat Ekalaya mahir memanah tanpa perlu melihat sasaran.
1302012729790257890
Arjuna [2

Kumat sifat liciknya, Begawan Drona pura-pura bersedia menerima Ekalaya menjadi muridnya, asal bersedia memotong ibu jarinya sebagai bukti kesediaan (kalau di sekolah mah ibarat ‘uang gedung’). Dengan tulus Ekalaya memenuhi persyaratan itu. Selanjutnya potongan ibu jari itu ditempelkan ke tangan Arjuna (Kresna sering memanggilnya Si Siwil, karena berjari enam). Tentu saja selanjutnya Ekalaya menjadi kurang mahir lagi memanah. Arjuna puas, karena tidak ada lagi yang bisa menandinginya.
Kisah tentang keburukan Arjuna di atas biasanya dipentaskan dalam lakon “Palguna Palgunadi”, Palguna nama lain Arjuna, sedangkan Palgunadi nama lain Ekalaya. Rupanya sifat iri Arjuna tidak hanya terbatas pada kepandaian memanah saja, tetapi juga dengan istri Ekalaya yang sangat cantik, yaitu Dewi Aggraini. Mengandalkan wajah tampan dan pengalaman sukses sebagai playboy, Arjuna berusaha mengajak selingkuh. Namun Arjuna harus gigit jari, Dewi Anggraini sama sekali tidak menanggapi. Karena itulah Dewi Anggraini dinobatkan sebagai lambang istri yang setia.
12. Antareja, berkulit sisik seperti ular
Antareja adalah anak Bima dan Dewi Nagagini. Dewi Nagagini putri Hyang Antaboga di kahyangan Saptapratala (bumi lapis ketujuh) yang berujud seekor naga. Rupanya gen dominan dari Hyang Anantaboga menurun ke cucunya. Kulit Antarareja tidak mulus, tetapi bersisik seperti ular. Tidak diceritakan apakah Antareja nglungsumi, berganti kulit pada waktu-waktu tertentu seperti layaknya ular.
13020132412006962744
Antareja - Dok Pribadi
Kulitnya tidak mempan ditusuk senjata apapun, karena saat bayi dilumuri ludah oleh kakeknya yang sakti. Lidahnya (bukan omongannya) sangat berbisa, jika jejak telapak kaki seseorang dijilat, maka orang itu akan mati. Buah jeruk yang dijilatinya, menyebabkan pemetik jeruk-nya mati, makanya banyak negara waktu itu yang takut mengekspor jeruk ke Saptapratala (kalau ini mah jangan dipercaya, lha wong cuma imajinasi penulisnya saja kok, hehehe…. Maaf!). Mungkin dia mingkem (menutup mulut) saja saat mencium istrinya.
Dalam sebuah versi, salah satu pihak yang berani mengadakan upacara ‘tawur’, yaitu mengorbankan diri, dipercayai akan menang dalam perang Baratayuda. Antareja yang berafiliasi ke pendawa mengajukan diri untuk menjadi korban ‘tawur’ ini. Ia menjilati tapak telapak kakinya sendiri dan mati. Terbukti di kemudian hari perang Baratayuda dimenangkan oleh pendawa.
13. Aswatama, berambut dan bertelapak kaki kuda
Aswatama anak Bambang Kumbayana dan Dewi Krepi (versi lain menyebut dengan Dewi Wilutama, yang dikutuk menjadi kuda terbang) yang mempunyai kesaktian dapat beralih rupa. Ketika Bambang Kumbayana ingin menyusul saudaranya, Bambang Sucitra, langkahnya terhalang samudra luas. Ia bersumpah, siapa saja yang bisa menyeberangkan, kalau pria akan dianggap saudara, kalau wanita akan diperistri.
Waktu itu Dewi Krepi yang dalam mimpinya mendambakan pria ganteng bernama Bambang Kumbayana, mendengar sumpah itu, dan menjelma menjadi kuda sembrani yang bias terbang, bersedia menyeberangkan asal Bambang Kumbayana menepati sumpahnya. Karena tidak ada pilihan, Bambang Kumbayana menyanggupi.
Selama dalam ‘penerbangan’ itu, kuda sembrani selalu menghindari daratan, membuat jengkel Bambang Kumbayana. Timbul watak jahatnya, ia menodai kehormatan Dewi Krepi, sehingga hamil. Akibat kehamilan yang makin lama makin berat, kuda sembranipun mendarat, yang bersamaan dengan lahirnya bayi yang dikandungnya. Kuda sembrani berubah ujud menjadi Dewi Krepi kembali. Bayi yang dilahirkan itu berambut dan bertelapak kaki kuda, dan diberi nama Aswatama. (Menjadi tanda tanya saya, dalam bentuk wayang kulit, kakinya seperti kaki manusia biasa, bukan kaki kuda)
Mereka kembali ke kerajaan Tempuru, dan Bambang Kumbayana diterima menjadi menantu oleh Raja Tempuru, yang tidak lain adalah ayah Dewi Krepi sendiri. Dalam pertunjukan wayang kulit, Begawan Drona sering diledek oleh Patih Sengkuni dengan menyuarakan ringkik kuda, mengingatkan masa lalunya yang memalukan.
1302014121302016928
Aswatama - [2

Drona sangat mencintai anaknya dan mendidiknya bersama-sama dengan murid lainnya, yaitu pendawa dan kurawa. Air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga, Aswatama mewarisi sifat buruk ayahnya. Selesai perang Baratayuda, melalui terowongan bawah tanah yang dibuatnya sendiri, ia membunuhi para kerabat pendawa yang sedang tidur, yaitu: Drestajumna (pembunuh ayahnya, Begawan Drona), Srikandi dan Pancawala (anak Puntadewa), gagal mengincar Parikesit yang waktu itu masih bayi. Parikesit ini menggantikan Puntadewa menjadi raja Astina dan selanjutnya lengser digantikan anaknya, yaitu Yudayana.
14. Gareng, bermata juling dan bertangan ceko
Gareng dianggap anak tertua Semar. Badannya kecil, matanya juling, hidungnya bulat seperti jambu batu, ditengkuknya ada punuk, tangannya ceko/tidak lurus, tumit kakinya bubulan sehingga jalannya pincang.
Salah satu versi mengisahkan, semula Gareng bernama Bambang Sukadadi dari padepokan Bluluktiba, sedangkan Petruk bernama Bambang Precupanyukilan dari Padepokan Kembangsore. Keduanya adalah ksatria tampan dan gagah. Mereka berdua hobi petualang (kalau sekarang, backpacker-lah). Suatu ketika mereka ketemu dan saling pamer, merasa dirinya paling tampan dan gagah. Karena tidak ada yang mengalah, maka terjadi duel. Karena sama-sama sakti tidak ada yang kalah dan menang, hingga dihentikan oleh Semar.
13020130011963101541
Punakawan - Dok Pribadi
Dengan kata-kata bijaknya, semar memberi nasehat, bahwa yang paling sakti adalah yang bisa mengalahkan diri sendiri. Sedangkan tentang ketampanannya, Bambang Sukadadi dan Bambang Precupanyukilan disuruh bercermin di sebuah telaga. Ternyata wajah mereka berubah aneh. Berdua menyesali ujudnya. Namun Semar menghibur, yang penting bukan tampan dan sakti, melainkan bagaimana pengabdiannya pada sesama. Sejak itu mereka berdua insaf dan ikut Semar yang sudah dianggap seperti bapaknya, sekaligus ganti nama Gareng dan Petruk. Di jaman itu mudah saja ganti nama, sebab tidak harus repot-repot mengurus perubahan identitas di KTP, SIM, Sertifikat Tanah, Ijazah, Paspor, Surat Nikah, IP, dll.
15. Petruk, berhidung panjang
Petruk anak kedua Semar. Ia berhidung panjang, tinggi, pusarnya bodong. Penampilan fisik itu bukan sejak lahir, melainkan akibat perkelahian dengan Bambang Sukadadi (lihat: 14. Gareng, …)
Tentang Petruk bisa dilihat juga di tulisan saya sebelumnya:Penampakan Petruk Sepanjang Jalan Purworejo hingga Magelang
16. Bagong, berbibir ndower
Bagong, arti katanya: Belakang. Bagong yang gemuk pendek, matanya mlolo (lebar), berbibir tebal dan panjang (ndower) itu berasal dari bayangan Batara Ismaya atas sabda Sanghyang Tunggal. Itu adalah atas permintaan Semar kepada ayahnya, Sanghyang Tunggal saat bertugas di marcapada ada yang menemani.
Lagak lagunya seperti kekanak-kanakan, enfant terrible, lugu, suaranya besar agak serak, tingkah lakunya menjengkelkan, ngeyelan tetapi selalu benar.
17. Patih Sengkuni, bertubuh cacat
Nasib Patih Sengkuni sama dengan Begawan Drona, yaitu menjadi bulan-bulanan Gandamana. Pada mulanya Gandamana menjadi patih di Astina. Pandudewanata memerintahkan Gandamana menyerang negeri Pringgodani untuk perluasan kerajaan. Rupanya Gandamana terjebak di suatu lubang yang dalam. Sengkuni bukannya menolong, melainkan malah meninggalkan begitu saja dan melaporkan bahwa Gandamana tidak mampu memimpin pasukan, sehingga kocar-kacir dan telah tewas.
13023388231374794782
Patih Sengkuni - [2

Pandu mempercayai laporan itu dan mengangkat Sengkuni menjadi patih Astina. Selang beberapa waktu kemudian, Gandamana muncul dan langsung menyeret Sengkuni ke luar dan menghajar habis-habisan hingga tubuhnya cacat.
18. Buta Cakil, berdagu panjang
Buto Cakil adalah raksasa yang mudah dikenali dari fisiknya, yaitu dagunya yang panjang dengan giginya yang mencuat ke atas. Bersama dengan rekan-rekannya, Buta Rambut Geni, Buta Terong dan Bragalba menjadi kwartet Buta Prepat yang sekali kemunculannya muncul langsung mati. Kehadirannya sekedar meramaikan suasana, karena memang tidak masuk dalam cerita pakem-nya. Dengan kerisnya (satu-satunya raksasa yang pakai keris), Buto Cakil berkelahi dengan tokoh ksatria bambangan (misal Arjuna) dalam perang kembang, untuk selanjutnya mati tertikam kerisnya sendiri.
1302339024217055282
Buta Cakil - [2

Dalam masyarakat Jawa, ia sebagai contoh perilaku buruk. Jika seseorang sering kena musibah karena perilakunya sendiri, maka orang tersebut perilakunya dikatakan seperti Buta Cakil.
19. Buta Rambut Geni, berambut api
Buta Rambut Geni diciptakan pada zaman kerajaan Mataram tahun Jawa 1552 ini mempunyai ciri khusus, rambutnya berupa api, dahi nonong dan kakinya bertaji seperti ayam jantan. Bersama dengan rekan-rekannya, Buta Prepat muncul dalam perang kembang.
1302339106924228496
Buta Rambut Geni - Dok Pribadi
Buta Rambut Geni ini terkena penyakit insomnia akut, betapa tidak? Lha gimana tidurnya bisa nyenyak, jika setiap kali merebahkan kepala, bantalnya langsung terbakar, hehehe….
20. Buta Terong, berhidung besar seperti terong
Kelainan fisik Buta Terong adalah hidungnya yang menggantung seperti buah terong, badannya bungkuk dan perutnya buncit. Bersama Buta Prepat adalah asli ciptaan seniman nusantara yang tidak ada di India.
Jenis olahraga yang dibencinya adalah ‘tinju’. Sudah tentu kena tonjok terus, karena pandangannya terganggu dengan hidungnya yang besar itu.
13023391961672825910
Buta Terong - [2
***
Beberapa tokoh di atas (Antareja, Semar, Gareng, Petruk, Bagong, Buta Cakil, Buta Rambut Geni, Buta Terong) tidak diketemukan dalam kitab Mahabarata dan Ramayana yang berasal dari India itu, tetapi sebagai hasil karya seniman kita sendiri, termasuk cerita (carangan) yang mengiringinya benar-benar asli buatan negeri sendiri. Kreatifnya nenek moyang kita membuat tokoh-tokoh wayang (disebut wayang anggitan) yang mempunyai ciri-ciri khusus, sehingga mudah dikenali. Biasanya, tokoh-tokoh itu tidak turut serta dalam perang Baratayuda, tetapi sengaja ‘dimatikan’ terlebih dahulu dengan berbagai cara, sesuai dengan versinya.
Tokoh-tokoh wayang yang mempunyai kelainan fisik jarang yang wanita. Dewi Durgandini yang kulitnya berbau amis pun bukan kelainan fisik, melainkan semacam penyakit. Tokoh wayang dan macam kelainan fisik lainnya setahu saya masih ada, namun karena kurang jelas sebab dan kisah yang menyertainya, maka kesulitan mencari sumbernya dan mengungkapkannya. Misalnya: Batara Wisnu dan Kresna yang berkulit hitam; Baladewa yang berkulit bule; Anoman -- kera berbulu putih; Antasena yg bersungut; dll.
Dari tokoh-tokoh yang sudah diungkapkan, penyebab kelainan fisik ternyata bermacam-macam. Jika dikelompokkan: ada yang bukan karena kesalahannya melainkan akibat kesalahan orangtua; ada yang karena hawa nafsu, sehingga tidak mau saling mengalah, lebih suka adu kesaktian; ada yang dari keturunan, ada yang aibat ucapan yang tajam/memfitnah; ada yang karena kezaliman orang lain; dll.
Kalau dihubungkan dengan konteks masa kini. Kesalahan orangtua adalah jika selama hamil tidak menjaga kesehatan kandungan, jarang kontrol dokter, merokok, dsb, sehingga menyebabkan adanya kelainan fisik pada bayi yang dilahirkan. Karena hawa nafsu, para muda adu trek-trek-an balap motor liar, tak terhindarkan kecelakaan yang menyebabkan cacat fisik. Beberapa kelainan fisik, seperti kelainan jantung, pigmen kulit, mata, dll adalah akibat keturunan. Dll.
Kenyataan saat ini, kelainan fisik sangat banyak dan beragam. Penyebabnya pun juga bermacam-macam. Namun, jika dikelompokkan, sepertinya tidak jauh berbeda dengan pengelompokan tokoh-tokoh wayang di atas. Pencegahannya pun sebetulnya mudah, yaitu sesuai dengan penyebabnya. Perlunya menahan hawa nafsu agar tidak terjadi adu mulut, adu tulisan dan adu kekuatan; menjaga kesehatan agar badan sehat. Memang ada kasus tertentu, terutama penyakit tertentu yang belum ditemukan obat dan cara penyembuhannya.
Karena punya kelainan fisik, maka biasanya berkembang potensi lainnya. Meski matanya buta, tapi pendengarannya tajam. Meski kakinya kurang sempurna, tapi otaknya berkembang menjadi lebih pintar, sementara teman-temannya main bola, ia baca buku. Jadi, tidak perlu konsentrasi dengan kekurangannya apalagi kok menyesali terus-menerus, tetapi lebih fokus pada potensinya. Jika sudah menjadi pakarnya dalam suatu bidang tertentu, perasaan rendah diri/tidak berharga kemungkinan besar hilang dengan sendirinya, menjadi lebih pede.
Penyandang kelainan fisik tidak perlu dikasihani, karena (belajar dari cerita wayang) sebagai hal biasa yang dihadapi nenek moyang kita sejak dulu. Bahkan dihormati, karena ternyata sebagian kelainan fisik itu malah sebagai tanda/bukti usaha yang istimewa dalam mengejar cita-cita untuk menjadi sakti/mempunyai kemampuan hebat. Rasa kasihan bisa diujudkan dalam bentuk lainnya, yaitu penerimaan yang tulus, tidak berbuat diskriminasi; sekolah bersedia menerimanya sebagai murid; perusahaan bersedia menerima sebagai karyawannya; pemerintah dengan sungguh-sungguh menyediakan lebih banyak fasilitas, sarana dan prasarana yang bisa memudahkannya; dll.
Akhirul kata eh alinea, karena keterbatasan pengetahuan saya, maka kemungkinan besar masih ada tokoh wayang dengan kelainan fisiknya yang terlewatkan. Terima kasih atas kesediaan pembaca menginformasikan yang terlewat itu (beserta sebab dan kisahnya), termasuk kritik dan sarannya untuk perbaikan tulisan ini. (Depok, 09 April 2011).
(SELESAI)

 

Rabu, 06 Juli 2011

Untuk Anak Terkasih

Add caption

Nak, bagaimana kabarmu..
Sungguh aku sangat rindu
Aku tak mungkin tega menyakitimu
Tapi mengertilah nak,
Usia kami masih belum siap untuk itu
Hingga tidak berkenan untuk melahirkanmu

Nak, apa kamu sudah bertemu dg kakakmu
Sungguh aku sangat malu untuk bercerita kepadamu
Tapi memang kakakmu dulu juga begitu
Nak,aku tahu kalian marah kepadaku

Anakku, bila amarahmu tak tergantikan
Jemputlah aku
Bapak sungguh tidak keberatan bila itu inginmu   
Sebagai bukti cinta dan penyesalanku.....................




 .........................................................................